Selama tahun politik, buzzer Indonesia terus berseteru satu sama lain, baik dengan perang narasi, konten, tagar topic trending dan sebagainya. Setelah pemilihan umum selesai, seharusnya kegiatan tersebut dapat dihentikan, akan tetapi pada kenyataannya cukup sulit untuk hentikan ‘peperangan’ antara sesama buzzer dari kedua kubu politik tersebut.

Seperti kita ketahui belakangan ini istilah buzzer semakin kurang sedap. Terutama sejak adanya laporan dari Oxford mengenai penggunaan buzzer di Indonesia dengan cara dan tujuan yang serba manipulatif. Ini sebetulnya sangat kontra produktif, karena menarik orang lain pada hal-hal yang tidak real.

Buzzer Indonesia Saling Serang Satu Sama Lain?

Di sosial media, mungkin untuk oposisi bukan kata buzzer yang tepat, akan tetapi influencer karena mereka tidak terkoordinir. Sedangkan untuk pendukung rezim memang dari sebelum pemilu 2014 mereka sengaja dikumpulkan dan dikerahkan untuk pemenangan, sehingga layak untuk disebut sebagai buzzer.

Seperti pada saat ada demonstrasi mahasiswa dan pelajar STM/SMK di bulan September 2019 kemarin, kita dapat lihat ada saja narasi kebohongan seperti hoax ambulans bawa batu yang dilakukan oleh beberapa buzzer. Hal tersebut dipergoki oleh beberapa netizen dan analis sosial media. Setelah kejadian tersebut terungkap, POLRI mengakui kekeliruan dalam menerbitkan informasi di media sosial.

Namun, setelah hal serupa terjadi lagi. Muncul fitnahan chat palsu anak STM yang minta bayaran. Setelah di periksa bersama oleh beberapa netizen .. ternyata nomor ponsel di screenshot WAG tersebut sebagian besar milik anggota POLRI.

Dalam hal ini, sebetulnya yang diserang adalah institusi POLRI. Kami melihat yang melakukan serangan adalah apa yang menjadi bagian mereka selama ini, yakni buzzer mitra pemerintah. Tentu ini cukup memprihatinkan, padahal pemilu sudah usai, alih-alih berhenti malah melebar ke institusi pemerintah.

Inilah yang terjadi di Indonesia, dan jika dibiarkan maka hal ini dapat berdampak lebih luas. 

Memang, secara prinsip untuk menyatukan buzzer-buzzer Indonesia tidaklah mudah, bahkan terkesan mustahil. Namun, untuk mengatasi kegaduhan yang menyumbang penurunan produktivitas masyarakat, hal tersebut harus dapat dilakukan.

Lantas bagaimana caranya?

Menyatukan Para Buzzer Indonesia

Pertama, pemerintah harus memiliki tujuan yang jelas untuk menyatukan para buzzer Indonesia. Dengan tujuan yang jelas, maka lebih mudah menyamakan persepsi para buzzer Indonesia tersebut. Satukan mereka, berikan pengarahan tentang tujuan pemerintah dalam menyatukan mereka.

Dalam hal ini, mereka tidak harus bersatu, mereka tetap dalam skenario pendukung dan oposisi, namun dalam satu tujuan, yakni untuk membantu pemerintah dalam mencapai tujuan untuk negara dan bangsa Indonesia.

Sebagai contoh, issue di Papua. Pemerintah dapat arahkan para influencer tersebut untuk mengerahkan upaya komunikasi baik dalam bentuk narasi maupun konten untuk tujuan menjaga integritas dan kedaulatan negara. Kemudian, bagaimana taktiknya, dapat diserahkan ke masing-masing kubu buzzer tersebut.

Misal, kubu oposisi dapat memperkuat narasi betapa pentingnya menjaga kedaulatan negara. Kemudian, kubu pendukung dapat menarasikan kemajuan pemerintah dalam pembangunan di Papua. Namun, ada beberapa narasi yang harus dicegah, misal saling menghina atau mengejek tokoh dan pendahulu.

Influencer oposisi diberikan keleluasaan dalam bernarasi dalam bentuk kritikan kepada pemerintah tapi tidak mendiskreditkan tokoh atau personal. Pendukung diberikan keleluasaan dalam bernarasi dalam bentuk advokasi, tidak puja puji berlebihan dan juga tidak menyerang personal.

Orkestrasi ini sudah sangat mendesak dilakukan untuk mendukung pemerintah. Jika tidak, hal ini akan terus menambah beban kerja pemerintah. Dengan saling bersatunya para buzzer di Indonesia, mereka dapat mencontohkan prinsip “Fair Play” dan saling berantas hoax. Tentu ini sangat dibutuhkan oleh NKRI.

Manfaat Menyatukan Para Buzzer

Dengan menyatukan dan mengelola para buzzer, pemerintah dapat mengarahkan mereka untuk:

  • Memberantas hoax atau kabar palsu (Baca juga: Cara deteksi hoax)
  • Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
  • Meningkatkan kedaulatan negara dan bangsa
  • Meningkatkan rasa aman pada calon wisatawan (Jika terlalu sering teriak-teriak ada ISIS, Kaum Radikal, maka wisatawan khawatir untuk ke Indonesia).
  • Meningkatkan kepercayaan pihak asing untuk berinvestasi.

Tentunya masih banyak lagi manfaat yang bisa diperoleh dari menyatukan para buzzer tersebut. Namun, ini harus didukung dengan komitmen yang tinggi dari pemerintah.

Untuk dapat memiliki komitmen yang tinggi, para pejabat terkait harus memahami banyak hal dari apa yang mereka sudah ketahui selama ini, seperti:

  • Bagaimana mengendalikan issue tanpa menyebabkan masalah lain.
  • Bagaimana melakukan monitoring terhadap issue tersebut.
  • Bagaimana mengukur kinerja terhadap upaya yang dikerahkan pada masing-masing tujuan dari skenario yang ada.
  • Metrik apa saja yang harus digunakan untuk mengukur keberhasilan.

Mindset tradisional tidak dapat dipakai untuk mengatasi tantangan di era digital, karena teknologi telah berkembang secara eksponensial selama sepuluh tahun terakhir. Pemerintah memerlukan expert dan bisa memilih dengan tepat untuk expert mana saja yang akan di rekrut.

Pentingnya Strategi Komunikasi Online untuk Pemerintahan

Hingga saat ini, jika kita perhatikan para buzzer mitra pemerintah hanya sibuk “menggoreng” topik trending. Parahnya, mereka kini menggunakan Give Away atau kuis pulsa 25.000 sampai 50.000 untuk merekayasa topik trending di Twitter. Untuk branding skala nasional atau sebuah negara dengan pulsa puluhan ribu tentu dapat “menurunkan derajat” kedaulatan dan harga diri suatu bangsa.

Inilah pentingnya strategi dan manajemen komunikasi digital untuk pemerintahan dan entitas lainnya. Pemerintah harus mempekerjakan ahli strategi branding online untuk hal ini. Sedangkan untuk orkestrasi para buzzer, pemerintah dapat menggabungkan ahli komunikasi dan pakar strategi digital marketing.

Jajaran pemerintah harus dididik mengenai cara mengelola “micro-intent” yang terus membebani pemerintah selama ini, terutama harus diadakan pada Kantor Staf Kepresidenan. Setelah itu baru akan lebih mudah dalam merumuskan strategi dan skenario apa saja yang akan diterapkan dan dapat diterima oleh para buzzer yang saling berseteru tersebut.

Anda tidak bisa bermodal membaca artikel ini dan artikel di website lainnya untuk menjalankan misi ini. Bimbingan dari profesional yang berpengalaman sangat diperlukan, masih banyak hal lainnya yang diperlukan untuk dapat menyatukan para buzzer dan melakukan orkestrasi komunikasi digital lintas platform

Kesimpulan

Kami sadar bahwa ide ini mungkin dapat dianggap sebagai “Ide Gila”, namun akan lebih “Gila” lagi jika para buzzer Indonesia terus saling serang dan menimbulkan hal-hal negatif serta memberatkan kinerja pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah harus hadir untuk seluruh pihak, tidak hanya untuk para pendukung rezim saja.

Pola pikir tradisional yang selama ini diterapkan dalam membina buzzer pro pemerintah terbukti semakin memperberat kinerja pemerintah. Hal ini juga sudah diakui pemerintah, buzzer rezim saat ini kerjanya merugikan pemerintahan Jokowi, seperti yang dilansir di CNN Indonesia.

Kami melihat mereka para buzzer binaan pemerintah tersebut banyak menggunakan teknik yang sudah obsolete atau sudah usang, seperti pemakaian akun palsu dan bot.

Apa yang dibutuhkan adalah menyatukan mereka untuk tujuan yang produktif. Mereka tidak harus bersatu dalam pandangan politik, hal tersebut tidak perlu dipaksakan namun dapat dikelola dengan menerapkan masing-masing skenario untuk mengarahkan mereka.

Semoga para staff ahli dapat membaca ini dan menemukan kami. Salam Indonesia Jaya!

Pin It on Pinterest

Share This