Koperasi Merah Putih adalah bentuk lembaga ekonomi yang bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya dengan prinsip demokratisasi ekonomi, yang berbeda jauh dari sistem perbankan konvensional. Namun, dalam praktiknya, ada kekhawatiran bahwa beberapa koperasi yang bergantung pada dana dari perbankan atau BUMN justru terjebak dalam mekanisme yang mirip dengan perbankan riba.

Hal ini terjadi ketika koperasi menerapkan bunga atas pinjaman anggota, yang pada dasarnya mirip dengan praktek perbankan yang membungakan uang.

Lalu, bagaimana koperasi bisa tetap memenuhi tujuannya untuk mensejahterakan anggota tanpa terjebak dalam sistem kapitalisme yang mengeksploitasi?

Artikel ini akan membahas perbedaan mendasar antara koperasi Merah Putih dan perbankan riba, serta menggali potensi koperasi untuk benar-benar mendukung usaha anggotanya melalui sistem bagi hasil yang adil, bukan bunga, demi mencapai kesejahteraan bersama.

Apa Itu Koperasi Merah Putih?

Pertama, mari kita perjelas dulu dengan definisi koperasi, apa bedanya dengan bank, dan demokratisasi ekonomi.

Koperasi Merah Putih pada dasarnya adalah sebuah gerakan ekonomi rakyat yang berbasis pada nilai-nilai gotong royong, demokrasi ekonomi, dan keadilan sosial. Tidak sekadar entitas bisnis, koperasi ini lahir dari semangat untuk mensejahterakan seluruh anggotanya, bukan untuk mencari keuntungan semata seperti bank atau lembaga keuangan komersial.

Di dalam koperasi, setiap anggota adalah pemilik, bukan hanya nasabah. Mereka punya hak suara yang sama, satu orang satu suara, tidak peduli seberapa besar modal yang ditanamkan. Konsep ini jauh berbeda dengan bank, di mana kekuasaan ditentukan oleh jumlah saham yang dimiliki.

Selain itu, koperasi merah putih menempatkan demokratisasi ekonomi di jantung operasionalnya. Bukan hanya bertransaksi uang, tapi membangun ekosistem ekonomi yang sehat, adil, dan berkelanjutan.

Sementara itu, bank dalam sistem kapitalisme lebih berfokus pada akumulasi modal dan pertumbuhan laba. Nasabah hanya diperlakukan sebagai konsumen yang harus membayar bunga atas dana yang dipinjam. Di koperasi, idealnya, hubungan ekonomi didasari oleh solidaritas, bukan sekadar transaksi untung rugi.

Namun, dalam praktiknya, kadang terjadi penyimpangan. Ada koperasi yang mengambil jalan pintas, mendapatkan modal dari bank atau perbankan BUMN (seperti HIMBARA), lalu menyalurkan kembali dengan bunga ke anggotanya. Jika ini yang terjadi, koperasi tersebut mulai kehilangan ruhnya dan malah menyerupai perbankan riba yang seharusnya ditinggalkan.

Koperasi Merah Putih sejatinya harus menjadi simbol perlawanan terhadap sistem ekonomi kapitalistik yang hanya menguntungkan segelintir orang. Ia harus tetap menjadi tempat bernaung bagi rakyat kecil, membangun kekuatan ekonomi yang benar-benar adil dan merata.

Perbedaan Koperasi dan Bank

Kalau kita membandingkan koperasi dan bank dari sisi fundamentalnya, perbedaannya seperti siang dan malam. Koperasi, khususnya koperasi merah putih, didirikan atas dasar tujuan sosial: mensejahterakan anggotanya secara kolektif, membangun kemandirian ekonomi, dan menciptakan sistem yang berbagi manfaat secara merata. Uang dalam koperasi bukan sekadar alat untuk mencari laba, tapi menjadi sarana untuk menguatkan satu sama lain.

Sedangkan bank, terutama dalam kerangka kapitalisme modern, bergerak dengan prinsip profit-oriented. Bank adalah mesin pencetak laba untuk pemilik modal dan pemegang saham. Setiap transaksi, setiap pinjaman, dihitung berdasarkan seberapa besar keuntungan yang bisa mereka ambil. Nasabah di bank bukanlah “pemilik”, tapi pelanggan yang mesti membayar bunga dan biaya lain-lain untuk mengakses layanan keuangan.

Perbedaan ini seharusnya tegas. Dalam koperasi, yang diutamakan adalah kesejahteraan bersama, solidaritas ekonomi, dan pemerataan hasil usaha. Di bank, fokusnya adalah memaksimalkan return on investment buat para pemodal, tanpa banyak mempertimbangkan dampak sosialnya.

Aspek Demokratisasi Ekonomi

Koperasi berdiri di atas prinsip demokratisasi ekonomi, di mana setiap anggota memiliki hak yang sama. Baik si A yang menyetor modal besar, maupun si B yang baru ikut dengan setoran kecil, suaranya tetap satu. Ini adalah praktik demokrasi murni dalam dunia ekonomi — sesuatu yang hampir mustahil ditemukan dalam dunia perbankan.

Konsep ini membawa koperasi ke level yang jauh lebih manusiawi. Tidak ada istilah “nasabah prioritas” atau “layanan eksklusif untuk yang modalnya besar”. Semua anggota punya kesempatan yang setara dalam menentukan arah kebijakan koperasi, memilih pengurus, hingga memutuskan penggunaan sisa hasil usaha.

Melalui demokratisasi ini, koperasi berusaha mengikis ketimpangan kekuasaan ekonomi. Sistemnya bukan hanya lebih adil, tapi juga lebih stabil, karena tumbuh dari partisipasi aktif semua anggotanya.

Kalau bank berpegang pada kekuasaan modal, koperasi berpegang pada kekuatan kolektif manusia. Inilah mengapa koperasi bisa menjadi penyeimbang kapitalisme — asal dijaga ruhnya, tidak terjebak dalam praktik-praktik yang menyerupai sistem riba.

Kapitalisme dan Koperasi Merah Putih

meme kapitalisme dan koperasi merah putih

Kapitalisme dalam Sistem Keuangan

Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang bertumpu pada kepemilikan pribadi atas alat-alat produksi dan orientasi utama terhadap akumulasi laba. Dalam sistem ini, uang berputar untuk menghasilkan lebih banyak uang, seringkali tanpa memperhatikan nilai sosial, pemerataan, ataupun kesejahteraan masyarakat secara luas.

Dalam konteks sistem keuangan modern, kapitalisme mewujud dalam bentuk bank komersial, investasi berbunga, hingga instrumen keuangan spekulatif. Bank tidak lagi sekadar menjadi lembaga penyimpan uang, melainkan mesin penggerak kapital: meminjamkan uang dengan bunga, mencari keuntungan setinggi-tingginya dari pinjaman, dan mengutamakan pemegang saham di atas kepentingan masyarakat luas.

Sistem ini menciptakan ketimpangan yang besar. Mereka yang punya modal semakin kaya, sementara rakyat kecil — yang harus membayar bunga tinggi — justru semakin jauh dari kemandirian finansial.

Koperasi Merah Putih vs Kapitalisme

Di sinilah koperasi merah putih seharusnya mengambil posisi yang berseberangan. Koperasi bukan dibentuk untuk mengejar laba pribadi, melainkan untuk memajukan kesejahteraan bersama. Koperasi lahir sebagai jawaban terhadap ketidakadilan sistem kapitalistik.

Kalau koperasi mengikuti jejak bank dengan membungakan pinjaman, mendapatkan modal dari bank kapitalis, lalu memutar modal itu untuk mengambil margin dari anggota, bukankah itu sama saja terjebak dalam siklus kapitalisme? Justru di titik inilah koperasi harus berani berbeda — menjadi motor perubahan, bukan sekadar mengikuti arus.

Koperasi Merah Putih harus memperkuat jati dirinya sebagai kekuatan ekonomi rakyat yang berbasis solidaritas, gotong royong, dan keadilan. Bukan profit untuk segelintir orang, tapi kesejahteraan yang dirasakan oleh semua anggotanya.

Demokratisasi Ekonomi dalam Koperasi

Melalui mekanisme demokratisasi ekonomi, koperasi menawarkan model yang lebih adil dan berkelanjutan. Anggota koperasi bukan sekadar pelanggan, melainkan pengelola dan pemilik. Mereka bersama-sama mengambil keputusan strategis, membagi hasil usaha secara adil, dan mengatur kembali arah pengembangan koperasi.

Konsep ini bukan sekadar teori. Demokratisasi ekonomi di koperasi nyata mencegah dominasi oleh kapital besar, sekaligus memperkuat ketahanan ekonomi lokal. Anggota koperasi tidak sekadar ‘melayani pasar’, tapi membangun ekosistem ekonomi alternatif yang menghormati nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.

Di era di mana ketimpangan ekonomi makin menganga, koperasi — bila dijalankan dengan prinsip sejatinya — bisa menjadi alat revolusi sunyi, mengembalikan hak-hak ekonomi ke tangan rakyat, tanpa harus tunduk pada logika kapitalisme atau jebakan riba.

Apalagi di era pinjol yang dilegalkan oleh OJK dengan bunga sangat tinggi (0.2% per hari, atau 72% per tahun!). Ini sudah sangat mengkhawatirkan untuk ekosistem perekonomian di Indonesia.

Sementara itu, uang perbankan yang “menganggur” di tahun 2025 tercatat Rp 2.348,9 triliun, meningkat 11,75% dari Januari 2024 (lihat sumber).

Hal ini diperparah dengan keputusan Gubernur Bank Indonesia yang tidak menurunkan suku bunga kredit, yakni masih di 5.75%, ini benar-benar berbahaya karena dapat menyebabkan inflasi parah di Indonesia.

Jika Sumber Permodalan Koperasi Merah Putih dari Perbankan Riba

Salah satu masalah besar yang kini dihadapi banyak koperasi, termasuk koperasi Merah Putih, adalah sumber permodalannya. Idealnya, koperasi mendapatkan modal dari anggota sendiri melalui iuran atau dari dana pemerintah seperti APBN, bukan dari pinjaman berbunga tinggi dari perbankan BUMN atau HIMBARA.

Ketika koperasi mengambil modal dari bank dan membayar bunga, lalu menyalurkan modal itu kembali ke anggota dalam bentuk pinjaman berbunga, maka sejatinya koperasi itu sudah tidak berbeda jauh dengan sistem perbankan riba. Mungkin bunganya lebih kecil, mungkin pelayanannya lebih ramah, tapi prinsip dasarnya tetap sama: uang menghasilkan uang lewat bunga.

Jika koperasi seperti ini dibiarkan, maka tujuan awal koperasi untuk membebaskan anggotanya dari jerat kapitalisme malah menjadi sia-sia. Koperasi berubah menjadi “bank kecil” yang justru menjerat anggotanya sendiri dalam lilitan hutang berbunga.

Apa Gunanya Koperasi Kalau Sama Saja dengan Bank?

Pertanyaan kritis yang harus kita ajukan adalah: kalau koperasi hanya menyalurkan uang berbunga layaknya bank, apa bedanya? Apa bedanya koperasi merah putih dengan lembaga keuangan lain yang berorientasi laba?

Padahal, semangat koperasi adalah membangun ekonomi berbasis solidaritas, bukan berbasis utang dan bunga. Seharusnya koperasi menjadi jembatan bagi anggotanya untuk mendapatkan akses modal murah, bahkan sebisa mungkin tanpa bunga, dengan mekanisme bagi hasil atau bagi rugi yang lebih adil.

Dengan kata lain, koperasi seharusnya menjadi tempat di mana anggota bisa berkembang bersama, bukan tempat baru untuk terjerat hutang berbunga yang membebani.

Menyimpang dari Tujuan Awal

Kalau koperasi membiayai diri dari pinjaman bank, maka secara otomatis koperasi tunduk pada logika kapitalisme — mengejar bunga untuk membayar bunga. Ini adalah penyimpangan dari cita-cita koperasi sebagai alat demokratisasi ekonomi.

Yang harus diperjuangkan adalah mengembalikan koperasi ke rohnya: mengandalkan kekuatan anggota, mencari sumber pendanaan dari dana sosial, hibah, iuran anggota, atau dukungan APBN yang memang seharusnya digunakan untuk membangun kemandirian ekonomi rakyat.

Dengan cara itu, koperasi benar-benar menjadi alternatif dari sistem perbankan riba, bukan sekadar bentuk lain dari kapitalisme berbunga.

Skema Pengelolaan Modal Awal Koperasi Merah Putih Rp 5 Miliar

Bayangkan koperasi Merah Putih punya modal awal sebesar Rp5 miliar. Ini angka yang sangat potensial kalau dikelola dengan prinsip koperasi sejati, bukan dengan cara perbankan berbunga.

Pertanyaannya, bagaimana menggunakan dana sebesar itu tanpa terjebak dalam logika kapitalisme berbunga?

Pertama-tama, koperasi harus menghindari bisnis simpan pinjam berbunga. Modal Rp5 miliar bisa difokuskan untuk membiayai usaha produktif anggota berdasarkan prinsip bagi hasil. Bukan pinjaman berbunga, tapi penyertaan modal dengan kesepakatan berbagi keuntungan (dan juga berbagi risiko kalau gagal).

Simulasi Sederhana Penggunaan Modal

Misalnya, dari Rp. 5 miliar modal awal:

  • Rp. 3 miliar digunakan untuk penyertaan modal ke bisnis anggota koperasi seperti peternakan, pertanian, UKM makanan, dan industri kreatif.
  • Rp. 1 miliar digunakan untuk membeli aset produktif yang bisa disewakan kepada anggota, seperti:
    • Drone penebar benih dan penyiram tanaman
    • Mesin penggiling gabah
    • Mesin pengering hasil pertanian berbasis teknologi radio frequency (hemat energi dan efisien)
    • Alat pengemasan produk pertanian
    • Kendaraan pengangkut hasil produksi
  • Rp. 500 juta dialokasikan untuk dana darurat koperasi (misalnya untuk menanggulangi kerugian usaha)
  • Rp. 500 juta sisanya digunakan untuk operasional, pelatihan anggota, dan manajemen risiko.

Dengan skema ini, koperasi tidak hanya menjadi lembaga pembiayaan, tetapi menjadi pusat penguatan usaha anggota secara nyata.

Keuntungan Model Ini

Dengan model ini:

  • Anggota yang dibantu usaha akan membagi hasil usaha kepada koperasi, bukan membayar bunga tetap yang memberatkan.
  • Koperasi akan tetap sehat keuangan karena ada aliran pendapatan dari penyertaan modal dan penyewaan alat.
  • Risiko bisnis bisa dikelola lebih baik, karena koperasi memilih usaha-usaha yang punya potensi cashflow nyata, bukan usaha spekulatif.

Dan yang paling penting, koperasi tetap menjaga roh ekonominya: mensejahterakan anggota dengan prinsip gotong royong, bukan menindas lewat bunga pinjaman.

Solusi Koperasi untuk Menguatkan Usaha Anggota

Membangun koperasi yang sehat dan benar-benar mensejahterakan anggota bukan hanya soal mengumpulkan modal dan menyalurkannya. Dibutuhkan pendekatan yang lebih strategis, adil, dan berkelanjutan. Koperasi Merah Putih harus mampu menjadi motor penggerak usaha anggotanya, bukan sekadar tempat meminjam uang berbunga.

Untuk itu, koperasi perlu merancang solusi konkret yang berpihak pada anggota, mulai dari sistem pembiayaan yang adil hingga penyediaan alat produksi bersama. Dengan begitu, koperasi benar-benar menjadi sarana demokratisasi ekonomi dan bukan sekadar replika kecil dari bank berbasis riba.

Penyertaan Modal, Bukan Pinjaman Bunga

Solusi paling utama agar koperasi Merah Putih tidak terjebak menjadi bank riba kecil adalah mengubah cara memodali anggota. Bukan lagi lewat pinjaman berbunga, melainkan melalui penyertaan modal berbasis bagi hasil.

Dengan sistem ini, koperasi menanamkan modal ke usaha anggota, lalu hasil keuntungannya dibagi sesuai kesepakatan. Kalau usahanya untung besar, koperasi ikut senang. Kalau usahanya rugi, koperasi juga ikut menanggung sesuai proporsi modal. Ini adil dan sesuai dengan semangat gotong royong.

Tidak hanya itu, koperasi juga bisa membuat perjanjian risiko yang profesional, misalnya hanya membiayai usaha yang:

  • Sudah berjalan minimal 6 bulan
  • Memiliki laporan keuangan sederhana
  • Punya potensi pasar yang jelas

Dengan begitu, koperasi tetap sehat dan tidak sembrono dalam menyalurkan modal.

Penyediaan Alat dan Fasilitas untuk Usaha

Koperasi juga bisa memperkuat anggota lewat pengadaan alat dan fasilitas produktif yang disewakan dengan harga murah kepada anggota. Ini bentuk lain dari dukungan tanpa harus meminjamkan uang secara langsung.

Contoh fasilitas yang bisa disediakan koperasi:

  • Drone pertanian untuk menebar benih, menyemprot pestisida, dan irigasi otomatis
  • Mesin penggiling gabah dan pengering hasil tani berbasis radio frequency (hemat energi)
  • Alat pengemasan produk seperti vacuum sealer dan mesin label
  • Truk kecil atau kendaraan niaga untuk distribusi hasil produksi

Daripada masing-masing anggota harus membeli alat sendiri-sendiri yang mahal, koperasi bisa membeli alat bersama, kemudian menyewakannya. Biaya sewa bisa lebih murah dibandingkan harus kredit alat baru, dan hasilnya tetap kembali ke koperasi.

Pendidikan Manajemen dan Kewirausahaan

Tak cukup hanya memberi modal dan alat. Agar usaha anggota berhasil, koperasi perlu rutin mengadakan:

  • Pelatihan manajemen usaha sederhana
  • Workshop tentang pemasaran digital
  • Konsultasi keuangan dasar untuk UMKM
  • Pendampingan penyusunan proposal usaha

Dengan membekali anggota dengan ilmu, koperasi bukan hanya memberi ikan, tetapi juga mengajari cara memancing. Ini investasi jangka panjang untuk kemandirian ekonomi anggota.

Manajemen Risiko yang Kuat

Supaya koperasi tetap bertahan dalam jangka panjang, koperasi Merah Putih perlu membangun sistem manajemen risiko yang solid, misalnya:

  • Membentuk tim penilai kelayakan usaha
  • Menyiapkan dana cadangan untuk menutup kerugian penyertaan
  • Diversifikasi sektor usaha anggota yang didanai
  • Membuat asuransi internal atau kerja sama dengan lembaga asuransi mikro

Dengan pendekatan ini, koperasi bisa menumbuhkan ekosistem usaha yang kuat, sehat, dan berkelanjutan, tanpa harus kembali bergantung pada sistem riba.

Kesimpulannya

Kalau koperasi Merah Putih ingin benar-benar menjadi alat demokratisasi ekonomi dan bukan sekadar miniatur bank riba, maka harus berani melangkah lebih jauh: membiayai usaha produktif, berbagi hasil, memperkuat keterampilan anggota, dan menyediakan fasilitas bersama.

Berikut point-point kesimpulan untuk analisa Koperasi Merah Putih:

  • Koperasi Merah Putih harus kembali ke jati dirinya sebagai alat untuk demokratisasi ekonomi, bukan sekadar lembaga keuangan yang mengejar bunga seperti bank riba.
  • Modal koperasi idealnya berasal dari iuran anggota dan dukungan APBN, bukan dari pinjaman berbunga dari bank BUMN atau HIMBARA, agar tidak terjebak dalam lingkaran kapitalisme berbunga.
  • Penyertaan modal berbasis bagi hasil harus menjadi prinsip utama dalam pembiayaan usaha anggota, menggantikan sistem pinjaman berbunga yang justru memberatkan.
  • Penyediaan alat produksi bersama seperti drone pertanian, mesin penggiling, alat pengering, dan kendaraan distribusi, akan memperkuat usaha anggota tanpa membebani mereka dengan hutang besar.
  • Pendidikan manajemen dan kewirausahaan wajib diberikan kepada anggota agar usaha mereka berkelanjutan dan koperasi dapat tumbuh bersama dengan kekuatan ekonomi riil.
  • Manajemen risiko yang ketat dan profesional perlu diterapkan untuk menjaga koperasi tetap sehat, stabil, dan mampu bertahan menghadapi tantangan bisnis anggota.
  • Koperasi sejati adalah tentang membangun solidaritas ekonomi, bukan sekadar mengganti wajah kapitalisme dengan bungkus baru. Misi utamanya adalah membebaskan rakyat dari ketimpangan ekonomi melalui jalan gotong royong.

Inilah koperasi yang sejati: mensejahterakan anggota, membebaskan rakyat dari jerat bunga, dan membangun kemandirian ekonomi rakyat Indonesia

Pin It on Pinterest

Share This