Pada bulan November 2017, AC Nielsen – sebuah konsultan penelitian, mengeluarkan laporan mengenai daya beli masyarakat Indonesia. Laporan tersebut ditujukan untuk pemerintah Indonesia (Jusuf Kalla), dan hasilnya menyatakan bahwa “daya beli masyarakat Indonesia MELEMAH”.

Hal tersebut sangat menarik perhatian banyak orang dan menjadi isu paling hangat. Beberapa pendukung rezim menyatakan bahwa daya beli masyarakat tidak menurun, akan tetapi berpindah dari belanja offline ke belanja online. Kemudian pihak oposisi mulai mengeluarkan data pembelian online yang ternyata persentasenya belum signifikan dibandingkan dengan total belanja masyarakat Indonesia. Para tokoh oposisi juga telah memberikan ide solusi ke pemerintah, namun entah kenapa sepertinya solusi yang disampaikan itu tidak mau didengar atau terlalu lamban dalam diserap pemerintah.

Tentu hal tersebut membuat bingung banyak kalangan, hingga ke tingkat presiden. Akhirnya, Presiden Joko Widodo mulai mengakui adanya masalah pada daya beli masyarakat Indonesia. Lima bulan kemudian, pada bulan Maret 2018, Jokowi memerintahkan jajarannya untuk memperbaiki daya beli masyarakat dengan jalan padat karya tunai.

Pembangunan Infrastruktur Yang Tidak Seimbang Menurunkan Daya Beli Masyarakat

Infrastruktur memang diperlukan, setidaknya untuk jangka panjang, dan ini seharusnya dilakukan secara progresif. Sementara itu, dana APBN banyak terserap untuk pembelanjaan non konsumen. Disini terjadi arus uang yang tidak lancar dan berdampak pada bisnis UMKM. Daya beli masyarakat melemah dan akhirnya UMKM seperti “lesu darah”.

Ketidakseimbangan ini semakin “menghujam jantung” bisnis UMKM kala subsidi Listik dan BBM di cabut oleh pemerintah. Sementara Bantuan Langsung Tunai tidak ada programnya. Dengan meningkatnya biaya hidup tanpa peningkatan pendapatan, banyak masyarakat kehilangan daya beli.

Hal inilah yang ditemukan oleh AC Nielsen pada laporan tersebut. UMKM di Indonesia, yang mayoritas merupakan UMKM mikro menjadi banyak yang terkena dampak. Terutama untuk UMKM yang belum memanfaatkan teknologi digital.

Para pelaku UMKM dengan jumlah 57 juta unit, dapat terdiri setidaknya dari 114 juta orang. Ini merupakan rantai ekonomi yang memiliki potensi besar. Sehingga, jika terjadi penurunan daya beli maka UMKM mikro juga terkena dampak. Dan sebaliknya, jika UMKM mikro dapat di tingkatkan pendapatannya, maka mereka dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan perekonomian dari lapisan paling bawah.

Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa naik turunnya bisnis UMKM dapat mempengaruhi perekonomian nasional.

Kondisi UMKM di Indonesia

Saat ini, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 57 juta unit dengan komposisi sektor sebagai berikut:

Komposisi Sektor UMKM di Indonesia

%

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

%

Perdagangan dan Kuliner

%

Angkutan dan Komunikasi

%

Industri Rumahan dan Kerajinan

4 Sektor utama tesebut diatas merupakan yang paling banyak terkena dampak dari ketidak seimbangan pembangunan di era pemerintahan Jokowi-JK. Disamping itu, anggaran KEMENKOPUKM juga mengecil, sepertinya di alihkan untuk BeKraf. Sedangkan untuk BeKraf, kami belum lihat adanya output untuk infrastruktur industri kreatif seperti sebuah inkubator dan platformnya. Padahal sudah ada beberapa anak bangsa yang sudah buat platform untuk inkubator startup. 

%

Jasa

%

Bangunan

%

Keuangan

%

Tambang

Walaupun KEMENKOPUKM lebih banyak mengurusi trade-show namun ini setidaknya dapat mendongkrak sektor Perdagangan dan Kerajinan UMKM. Entah apa dasarnya rezim PDIP-Golkar ini mengurangi dukungan untuk UMKM. Padahal, sebenarnya UKM terbukti menopang perekonomian negara saat terjadi krisis moneter di tahun 1997. Seharusnya pemerintah Indonesia menyadari bahwa :

UMKM merupakan fondasi stabilitas perekonomian Nasional. Ini artinya, untuk menstabilkan perekonomian nasional, sektor UMKM tidak dapat dianaktirikan. Terlalu besar risikonya bagi perekonomian nasional.

Lantas, apakah kita semua harus menunggu hadirnya sosok pemimpin yang kuat untuk membangkitkan kembali UMKM di Indonesia?

Menopang Daya Beli Masyarakat Melalui UMKM

Dari paparan di atas, selain ketidak-seimbangan dalam mengalokasikan perekonomian, juga sangat berpotensi terjadi pemborosan. Sebagai contoh, dengan anggaran KemenkopUKM yang mencapai triliunan rupiah namun belum optimal dalam mengangkat perekonomian para pelaku UMKM. Karena, jika optimal tentulah dapat menopang daya beli masyarakat, dimana para pelaku UMKM tersebut kebanyakan adalah masyarakat dengan ekonomi bawah (Kelas C).

Ada kemungkinan lain, bahwa terkaparnya UMKM di Indonesia mungkin bukan saja hanya karena daya beli yang melemah. Saat ini seluruh bisnis dalam skala apapun harus melakukan transformasi digital agar dapat bertahan. UMKM mau tidak mau juga harus bertransformasi digital.

Di era SBY-JK hingga Jokowi-JK sudah beberapa kali ada gagasan UMKM ONLINE. Akan tetapi semuanya berakhir dengan tanpa terdengar kesuksesan dari para pesertanya.

Hal ini dapat kita maklumi, karena program tersebut hanya sebatas pemberian fasilitas domain dan hosting, atau website, namun tidak ada pendampingan dari para ahli digital marketing yang juga sekaligus miliki pengalaman sebagai praktisi. Formulasi ini tampaknya belum pernah terpikirkan oleh kita selama ini.

Membangkitkan UMKM Indonesia Melalui Momentum Pesta Demokrasi

Di tahun 2019 akan ada pesta demokrasi yang menghabiskan biaya triliunan rupiah dari kedua sisi. Namun, seperti yang sudah-sudah, kampanye yang dilakukan hanyalah menjadi ajang pemborosan tanpa manfaat langsung yang dapat bertahan lama bagi masyarakat.

Alangkah baiknya jika anggaran kampanye pilpres 2019 tersebut dialihkan sebagian untuk mengadakan program UMKM Online namun dengan pelatihan dan pendampingan dari parah ahli.

Disamping itu, pelaku UMKM yang dipilih adalah UMKM Tangguh, agar program ini dapat berjalan efektif sebagai pionir. Artinya, hanya bisnis UMKM yang sudah berjalan belasan tahun dan memiliki tempat di pasar atau pusat perbelanjaan saja yang dapat mengikuti program ini. Harapannya adalah agar anggaran kampanye dapat lebih bermanfaat langsung bagi perekonomian nasional, terlepas dari menang atau kalah.

Ambil Tindakan Segera!

Program tersebut hanya dapat berjalan efektif jika didampingi para ahli strategi pemasaran online sesuai praktik terbaik yang sekaligus praktisi dalam melakukan bisnis secara online.

Pada akhirnya, memang tidak ada solusi instan untuk memulihkan daya beli masyarakat dan meningkatkan UMKM di Indonesia. Oleh karena itu, mulai dari sekarang harus segera di ambil tindakan. Dan harapan kebanyakan masyarakat Indonesia adalah dengan adanya suasana baru dari pemimpin di negeri ini, yang lebih peduli pada perekonomian dan kesejahteraan rakyat.

Pin It on Pinterest

Share This